Thursday, June 17, 2010

Maestro Lukis I Gusti Nyoman Lempad

1 komentar
051009lempad-797171
Nama : I Gusti Nyoman Lempad
Lahir : Bendahulu, Bali, 1862
 Wafat : 25 April 1978
Penghargaan : Anugerah Seni dalam bidang seni lukis dari Pemerintah RI (1970),Hadiah Udayana (1975), Penghargaan Dharma Kusuma (1982), Pemberian nama Lempad Award oleh Sanggar Dewata Indonesia
Tidak susah mencari kediaman pelukis I Gusti Nyoman Lempad. Anda hanya berjalan sepanjang 500 m kearah Timur Puri Ubud dan akan melihat papan tandanya. Siapapun yang anda tanya, pastilah tahu di mana rumahnya. Lempad telah menjadi bagian dari seni lukis Bali. Ia adalah sumber inspirasi yang tidak pernah kering untuk generasi seni berikut. Sejarah dan pengembangan seni lukis Bali tidak bisa dipisahkan darinya.
Tidak diketahui dengan pasti kapan ia dilahirkan, tetapi banyak sumber mengatakan anak ketiga dari empat bersaudara ini dilahirkan tahun 1862, dan telah menikah ketika gunung Krakatau meletus ditahun 1883. Menghembuskan nafas terakhirnya pada 25 April 1978, diusia 116 tahun.
Lempad tidak bisa membaca, karena ia tidak berekolah secara formal, namun ia bisa menulis namanya di atas lukisannya dengan hanya mencontoh. Walaupun bapaknya adalah seorang pengukir, namun ia tidak memiliki ketrampilan ayahnya. Tetapi dari seorang Brahmin yang hidup di Puri Lempad mendapatkan kemampuannnya. Brahmin ini menguasai berbagai bidang, seperti ; perancang bangunan, pemahat, pelukis dan ahli dalam peraturan adat. Darinya Lempad belajar segalanya tentang tarian, agama dan masyarakat.
Ketika berusia 40 tahun, ia membantu Walter Spies membangun rumahnya di Campuhan, Ubud. Suatu ketika, Spies melihat coretan lukisan Lempad diatas secarik kertas, ia lalu mengagumi dan membayarnya dengan kemeja, kain dll. Ia lalu menasehati Lempad untuk terus melukis apapun yang ada dikepalanya dan tetap fokus pada gaya melukisnya  Menurut Lempad, bertemu dengan Spies adalah suatu karunia, sebab ia telah diajari teknik melukis
Lempad akhirnya berkonsentrasi pada lukisan wayang, dengan mengambil tema Ramayana dan Mahabharata. Gayanya yang mengesankan mudah untuk ingat, seperti memahat gaya Tjokot. Ia selalu menggunakan cat hitam di atas kertas putih yang menghasilkan bentuk yang bagus, gaib dan kuat dan nampak tak terputuskan. Banyak orang yang ridak mengetahui apa yang ada dalam pikiran Lempad ketika ia menorehkan kuas diatas kertas.
Sepanjang hidupnya Lempad tidak pernah jauh dari kayu, kertas, pensil atau tinta Cina. Salah satu aspek yang menarik dari pekerjaannya adalah ketidak-sempurnaan. Ia menyenangi semua dari pekerjaannya yang belum selesai, karena dari sana ia dapat menyempurnakan menurut inspirasinya.
Meskipun Alat yang digunakannya untuk melukis sangat sederhana. Tetapi dari sanalah kita dapat melihat kekuatan garis dan ketelitian. Ia jarang menonjolkan warna, kecuali untuk memperkenalkan aksen atau untuk memperkuat corak tertentu. Ia bekerja menurut tema Jayaprana dan Dukuh Suladri, sebagai contoh.
clip_image004clip_image006
clip_image008
Lempad juga aktif dalam pembentukan Pita Maha, suatu organisasi seni yang didirikan oleh Tjokorde Gde Agung Sukawati, Walter Spies, dan Rudolf Bonnet di tahun 1935. Organisasi ini telah dipimpin oleh Spies dan sejumlah seniman Bali sampai tahun 1950-an. Pita Maha memperkenalkan gaya lukisan barat kepada seniman muda Bali dan memperkenalkan karya mereka kepada pengunjung dari luar negeri. Melauli pameran didalam maupun diluar negeri.
Ciri khas Lempad dengan jelas terlihat dalam setiap dari karyanya walaupun sederhana namun mengandung suatu identitas unik. Karya-karyanya mempengaruhi para pelukis asal bali sampai hari ini.  Tidak ada seorangpun yang mampu menirunya kecuali cucu lelaki nya Gusti Nyoman Sudara, seorang guru SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa) di  Ubud,  di mana ia mengajar Studi Bali klasik.
Mendapatkan penghargaan dari pemerintah RI pada HUT RI ke-25, berupa medali emas dan uang Rp. 100.000,-  yang berikan kepada cucunya untuk membeli sepeda motor. Penghargaan lain adalah Hadiah Udayana [(1975), dan penghargaan Dharma Kusuma (1982). Lempad beserta karya-karyanya juga didokumentasikan dalam film oleh Lome Blair dan Yohanes Darling yang bekerja sama dengan televisi Australia. Film Dokumenter Lempad itu menerima penghargaan sebagai film dokumenter  terbaik dalam festival film Asia yang ke-26 di Yogyakarta (1980). Sementara itu Sanggar Dewata Indonesia menamakan penghargaannnya dengan nama Lempad Prize, yang diberikan kepada seseorang yang concern atas kesenian Bali.
Karya lukisannya dapat kita lihat dirumahnya, Puri Ubud, Neka Musium Ubud, Pusat Seni Denpasar, Tropen Musium (Amsterdam), Rijkmuseum voor Volkenkunde (Leiden), Musium fur Volkenkunda Basel (Jerman).
Penjelasan mengenai PITAMAHA
Istilah Pitamaha berasal dari bahasa Jawa Kuno/ Kawi, yang dapat diartikan sebagai “great grandfather”, yang bermakna ide kreasi. Pitamaha merupakan kelompok seni yang didirikan pada 1936 oleh Walter Spies, Rudolph Bonnet, bersama dengan Cokorda Gede Agung Sukawati, dan seniman Bali maupun seniman Belanda lainnya.
PITAMAHA : seni wayang klasik
Karakteristik awal seni Bali (sebelum masuknya pengaruh Pitamaha) :

  • dekoratif

  • komposisi penuh

  • warna yang hidup

  • detail garis dinamis

  • tema religi/ mitologis.
PITAMAHA : latar belakang
Akhir tahun 1920-an, para peneliti dan seniman Eropa mulai banyak berdatangan. Mereka tertarik dengan citra eksotik Bali yang menyebar ke Barat melalui publikasi dan promosi saat itu. Beberapa di antara mereka memutuskan untuk menetap. Cokorda Gede Agung Sukawati, seorang pangeran Ubud, menerima kehadiran mereka dan membiarkan mereka tinggal. Beliau merasa bahwa para seniman Barat tersebut dapat menjadi pengimbang bagi keberadaan pemerintah kolonial Belanda, dan mereka dapat membawa keuntungan bagi rakyatnya.
Tujuan Pitamaha :

  • Melestarikan kualitas kesenian Bali

  • Menstimulasi perkembangan seni

  • Mencari kemakmuran bagi anggotanya
Peran PITAMAHA
Spies dan Bonnet mulai bekerja dengan tugas seperti:

  • Mendistribusikan bahan dan peralatan melukis (kanvas, kertas, cat, dll)

  • Membuka pasar bagi lukisan dan ukiran kayu Bali dengan mengorganisir pameran ke seluruh dunia dan menciptakan kebutuhan akan tema-tema baru.

  • Menyusun sistem untuk menghindari akibat negatif komersialisasi, yang disebabkan keberhasilan sektor pariwisata.

  • Memberi pelajaran teknik lukis baru kepada pelukis Bali.

  • Memperkenalkan ide baru tentang bentuk dan tema, dan menjadikan hal tersebut sebagai bagian dari warisan seni budaya Bali

  • Membebaskan seniman lokal dari sistem aturan seni atau tradisi, dengan mengajarkan mereka gambar anatomi dan perspektif, obyek detail, bayangan, figur naturalis, tema sehari-hari, komposisi, dll.

  • Yang lebih menarik lagi adalah mereka mulai diarahkan untuk menjadi seniman yang individualis. Sejak saat itu mereka mulai berani menuliskan nama mereka pada lukisan yang dibuat.
Kelak seniman Bali menciptakan karya-karya yang distilasi, figur yang didistorsi serta gaya-gaya individu lainnya. Semua hal diupayakan tanpa menghilangkan identitas Bali (seperti: dekoratif, komposisi penuh, warna yang hidup, detail garis dinamis, tema religi/ mitologis. Semenjak lahirnya Pita Maha, karya-karya baru mulai bermunculan dengan nama-nama seniman: Anak Agung Gede Sobrat, Ida Bagus Made, Ida Bagus Nyana (bergaya figuratif), Cokot (bergaya ekspresif). Selain itu seorang maestro juga lahir, ia bernama Nyoman Lempad selain melukis ia juga berprofesi sebagai arsitek dan pematung
PITAMAHA : I Gusti Nyoman Lempad.
Nyoman Lempad memberikan kontribusinya yang luar biasa pada seni di Bali terlebih karena hidupnya yang berumur panjang (hingga 116 tahun).
Ciri khas karya lukis dan gambarnya adalah komposisi yang mengijinkan ruang kosong, tarikan garis yang jelas, dan transformasi gaya wayang. Gaya yang ia ciptakan ini menjadi salah satu pembaruan pada masa-nya
PITAMAHA : teknik lukis batuan.

  1. Nyawi – membuat garis-garis tipis halus-dan memasukkan unsur cerita

  2. Ngucek – memperjelas bagian-bagian tertentu

  3. Nyawi 2 dan Manyunan – menggunakan tinta memperjelas pola dan motif

  4. Ngabur – membuat highlight dengan warna hitam dan putih

  5. Tampilan menyeluruh dari sebuah lukisan

  6. Ngewarna – memberi warna dengan cat acrylic
PITAMAHA : teknik lukis ubud.

  1. Ngorten – cerita digambarkan dengan sketsa

  2. Nyawi – membuat garis pinggir (Outline) dengan tinta hitam

  3. Ngabur – memberikan warna hitam namun dengan tarikan garis yang lebih ekspresif

  4. Nguap – (tergantung dengan 2 teknik sebelumnya)- memberikan “depth” dengan cara yang berbeda-di sederhanakan

  5. Nyenter – memberi highlight pada beberapa bagian tertentu dengan warna.

Related Post:

1 komentar:

Post a Comment

"DO FOLLOW" plugin installed, comment on this site and improve your pagerank