Tuesday, November 2, 2010

Implikasi Wisata Spiritual Terhadap Kelestarian Lingkungan Di Pura Batur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli

33 komentar

I. Latar Belakang

Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata internasional yang sangat terkenal di dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu kepariwisataan merupakan bagian yang sangat pura-ulun-danu-baturerat dan tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan masyarakat dan pembangunan di Bali. (Pitana, 2003). Keindahan alam dan kebudayaan Bali yang unik dan beranekaragam yang dituntun atau berpedoman pada falsafah Hindu dan keindahan alam menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, baik wisatawan manca negara, wisatawan domestik maupun wisatawan nusantara. Untuk menjaga keberlanjutan pariwisata di Bali, Pembangunan pariwisata di Bali selalu berdasarkan pada penerapan konsep “Tri Hita Karana”. Konsep ini bertujuan untuk menyeimbangkan hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Diharapkan dengan keharmonisan ini, manusia (orang yang tinggal di Bali) dapat memperoleh manfaat dalam bentuk kesejastraan, kemakmuran, kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupnya (Darmayuda, dkk. 1991 : 6-8).

Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali di kumandangakan dalam konfrensi di Stockholm pada tahun 1972. Selanjutnya konfrensi ini dikenal dengan “Stockholm Conference on Human and Environment”. Secara singkat definisi pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut:Sustainable development is defined as a process of meeting the present needs without compromising the ability of the future generations to meet their own needs (WCED, 1987 : 8).

Dari kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan (segala sesuatu yang kita perlukan dan nikmati) sekarang dan selanjutnya diwariskan kepada generasi mendatang. Jadi dengan pola pembangunan berkelanjutan, generasi sekarang dan generasi yang akan datang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati alam beserta isinya ini. Sehubungan dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, pola pembangunan berkelanjutan tersebut di atas sangat cocok diterapkan dalam pengembangan pariwisata di Bali. Salah satu jenis wisata yang sedang dikembangkan dan mendukung pariwisata berkelanjutan adalah wisata spiritual.

Sejalan dengan itu, ide pengembangan wisata spiritual belakangan mulai banyak diwacanakan. Bahkan ada yang memprediksikan wisata spiritual akan segera ‘booming’ dalam beberapa tahun ke depan. Wacana pengembangan wisata spiritual tampaknya makin menguat sejak beberapa tahun belakangan ini. Setidaknya, rencana pengembangan wisata spiritual sempat merebak di banyak kawasan, baik itu Kabupaten Karangasem, Bangli, Buleleng, atau yang lainnya. Semua wilayah menyatakan diri sebagai kawasan yang paling potensial.

Sebab semua wilayah memang menyimpan potensi yang sama besar. Bangli memiliki potensi yang baik untuk pengembangan wisata spiritual karena keberadaan Pura Batur. Pura Batur yang lebih dikenal dengan Pura Ulun Danu terletak pada ketinggian 900 m di atas permukaan laut tepatnya  di Desa Kalanganyar Kecamatan Kintamani di sebelah Timur jalan raya Denpasar-Singaraja. Pura ini menghadap ke barat yang dilatarbelakangi Gunung Batur dengan lava hitamnya serta Danau Batur yang membentang jauh di kaki Gunung Batur, melengkapi keindahan alam di sekeliling pura. Sebelum letaknya yang sekarang ini, Pura Batur terletak di lereng Barat Daya Gunung Batur. Karena letusan dasyat pada tahun 1917 yang telah menghancurkan semuanya, termasuk pura ini kecuali sebuah pelinggih yang tertinggi. Akhirnya berkat inisiatif kepala desa bersama pemuka desa, mereka membawa pelinggih yang masih utuh dan membangun kembali Pura Batur ke tempat yang lebih tinggi yakni pada lokasi saat ini. Upacara di pura ini dirayakan setiap tahun yang dinamakan Ngusaba Kedasa. Disamping itu, di pura batur memiliki juga konsep ‘nyegara gunung’ di wilayah Bangli sebagai pendukung kuat bagi pengembangan wisata itu. Nyegara gunung merupakan salah satu upacara agama yang ditujukan unktuk keseimbangan terhadap lingkungan dan kelestariannya. Hal ini sangat menarik bagi wisatawan untuk melihat upacara tersebut sehingga Pura Batur sangat cocok untuk dikembangkan sebagai wisata spiritual. Oleh karena itu penulis mengangkat judul “Implikasi Wisata Spiritual Terhadap Kelestarian Lingkungan Di Pura Batur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli

II. Rumusan masalah

1. Bagaimanakah pengembangan wisata spiritual di Pura Batur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli?

2. Apa implikasi wisata spiritual terhadap kelestarian lingkungan di Pura Batur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli ?

III. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perkembangan wisata spiritual di Pura Batur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.

2. Untuk implikasi atau pengaruh wisata spiritual terhadap linkgkungan di Pura Batur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.

IV. Konsep Penelitian

1. Tinjauan tentang implikasi/ pengaruh

Pengertian implikasi menurut kamus besar bahasa Indonesia (2001:849) yaitu :

“ Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.”

Dari pengertian yang telah dikemukaan sebelumnya yang disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya membentuk atau mengubah sesuatu yang lain. Sehubungan dengan adanya penelitian yang di lakukan, pengaruh merupakan bentuk hubungan sebab akibat antar variabel. Dalam hal ini wisata spiritual akan mempengaruhi kelestarian lingkungan.

2. Tinjauan tentang wisata spiritual

Dalam definisi wisata spiritual, penulis menemukan dua teori untuk memperjelas maksud dari wisata ini, yaitu:

Yang pertama adalah definisi menunit Nyoman S. Pendit (1994) dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pariwisata, beliau menjelaskan tentang pengertian Wisata Spiritual sebagai berikut:

Jenis wisata yang bamyak dikaitkan dengan agama, adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ini banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongcm ke tempat-tempai suci, ke makam-makam orang besar atau pemimpin yang diagimgkan, ke bukit atau ke gitining yang dianggap keramat.

Pengertian yang kedua diambil dari Oka A. Yoeti (1985) yang menulis bahwa:

Wisata Spiritual yaitu jenis pariwisata dimana tujuan perjalanam yang dilakukan adalah untuk melihat atau menyaksikan upacara - upacara keagamaan dan juga berziarah atau beribadah di sana.

Dua pengertian yang dikemukakan oleh Nyoman S. Pendit dan Oka A. Yoeti ini memiliki pengertian yang sama, yakni seseorang atau rombongan melakukan wisata spiritual berdasarkan keinginan yang dikaitkan dengan kegiatan ibadah dari suatu agama atau kepercayaan. Disamping itu penulis juga mengemukakan maksud wisata spiritual dalam penulisan tugas akhir ini adalah kegiatan berwisata yang bukan hanya dikunjungi oleh pemeluk agama Hindu namun juga untuk pemeluk agama yang lain. Jadi wisata spiritual secara umum adalah sama dengan kegiatan wisata lainnya, hanya saja fokus dari wisata spiritual ini lebih mengarah pada hal - hal kerohanian seperti berdoa, mengikuti upacara keagamaan dan lainnya. Oleh karena itu, wisata spiritual juga membutuhkan fasilitas- fasilitas seperti obyek wisata pada umumnya atau unsur - unsur produk wisata agar menarik pengunjung untuk datang.

3. Tinjauan tentang lingkungan

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.

Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri). Ilmu yang mempelajari lingkungan adalah ilmu lingkungan atau ekologi. Ilmu lingkungan adalah cabang dari ilmu biologi.

Lingkungan, di Indonesia sering juga disebut "lingkungan hidup". Misalnya dalam Undang-Undang no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Secara kelembagaan di Indonesia, instansi yang mengatur masalah lingkungan hidup adalah Kementerian Lingkungan Hidup (dulu: Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup) dan di daerah atau provinsi adalah Bapedal. Sedangkan di Amerika Serikat adalah EPA (Environmental Protection Agency).

V. Pembahasan

1. Pengembangan Wisata Spiritual Di Pura Batur

Kabupaten Bangli telah mengembangkan wisata spiritual dalam menggaet para wisatawan yang lebih banyak datang ke daerah ini dengan mengembangkan objek wisata lainnya seperti objek wisata Desa Tradisional di kecamatan penglipuran, pura kehen, dll. Di pura Batur sendiri telah melakukan beberapa usaha pengembangan dalam meningkat jumlah kunjungan wisatawan yang menyukai wisata spiritual yaitu diantaranya :

1. Pemeliharaan Pura Batur

2. Peningkatan Fasilitas

3. Pengembangan Objek Wisata Toya Bungkak Sebagai Objek Wisata Penunjang

4. Kerjasama dengan travel untuk promosi pura Batur dengan membuatkan paket wisata spiritual

5. Peningkatan Kebersihan Areal Pura

Dengan usaha-usaha tersebut kunjungan terhadap pura batur hingga kini terus meningkat dan pemasukan terhadap pura batur dijadikan salah satu sumber dana untuk melakukan pengembangan.

2. Implikasi Wisata Spiritual Terhadap Lingkungan Di Pura Batur

Lingkungan di sekitar pura hingga kini dapat dilihat bersih, tertata baik dan masih sangat terlihat alami. Hal ini disebabkan oleh masyarakat sekitar dan pemerintah setempat saling menjaga kebersihan dan melakukan pembersihan secara berkala dan peningkatan fasilitas kebersihan. Kebersihan lingkungan areal pura dan lingkungan sekitar ini membutuhkan biaya yang cukup besar dan dana untuk menutupi biaya tersebut yaitu salah satunya dari pemasukan kunjungan wisatawan dalam wisata spiritual sehingga wisata spiritual ini memberikan pengaruh besar bagi kelestarian lingkungan areal pura atau sekeliling pura.

VI. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Pengembangan wisata spiritual di Pura Batur ini telah dilakukan dengan beberapa usaha yaitu :

1. Pemeliharaan Pura Batur

2. Peningkatan Fasilitas

3. Pengembangan Objek Wisata Toya Bungkak Sebagai Objek Wisata Penunjang

4. Kerjasama dengan travel untuk promosi pura Batur dengan membuatkan paket wisata spiritual

5. Peningkatan Kebersihan Areal Pura

Wisata spiritual ini sangat memberikan pengaruh besar bagi wisatawan, hal ini dibuktikan dengan biaya kebersihan yang cukup besar namun dapat ditutupi oleh pemasukan dari kunjungan wisatawan dalam wisata spiritual.

2. Saran

Antara pemerintah dan masyarakat lokal sebagai pengelola pura tetap menjalin hubungan baik dan tetap melakukan pembersihan secara berkala serta peningkatan fasilitas kebersihan.

Daftar Pustaka

1. Ardika, I.W. 2003. Pariwisata Budaya Berkelanjutan. Program Studi Kajian Pariwisata Universitas Udayana. Denpasar:

2. http://subadra.wordpress.com/2007/03/10/studi-evaluatif-pembangunan-pariwisata-berkelanjutan-di-desa-wisata-jatiluwih/

3. http://warnawarnibali.wordpress.com/2005/03/04/bali-menanti-booming-wisata-spiritual/

4. Peraturan Daerah Tingkat I Provinsi Bali No.23 Tahun 1997, Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bali:

Related Post:

33 komentar:

Post a Comment

"DO FOLLOW" plugin installed, comment on this site and improve your pagerank